Xink Bi Guo! Transformasi Industri Bahan Baku Obat Indonesia
Alsya
Utami Rahayu
Fakultas
Farmasi Universitas Padjadjaran
Industri
bahan baku obat Indonesia kini sedang berada dalam era perdagangan bebas yang
disebut dengan MEA. MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN
dimana negara-negara anggota ASEAN menyepakati suatu perjanjian untuk
mengintegrasikan ekonomi di ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan
bebas atau free trade antara
negara-negara anggota ASEAN. MEA ini secara resmi diberlakukan mulai tahun
lalu, tepatnya pada tanggal 31 Desember 2015.
MEA
adalah sebuah kawasan ekonomi yang kompetitif. Masyarakat Ekonomi ASEAN
menciptakan tantangan sekaligus peluang bagi industri bahan baku obat di
Indonesia. Tantangan berupa persaingan dengan negara lain yang mungkin saja
telah memiliki produk-produk yang lebih murah dan berkualitas dibandingkan
dengan produk di Indonesia. Peluang yang diberikan oleh MEA bagi Industri bahan
baku obat adalah memacu semangat dan memudahkan akses industri-industri untuk
membuat produk yang lebih unggul didukung dengan suasana kompetisi dengan
produk negara lain.
Data
dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 243
Industri Farmasi. Hal ini menggambarkan industri farmasi merupakan industri
besar yang patut diperhitungkan sebagai asset penting negara Indonesia.
DENYUT
NADI INDUSTI BAHAN BAKU OBAT INDONESIA
Berdasarkan
data yang dilansir oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada tahun 2014
bahwa Industri farmasi Indonesia masih ketergantungan bahan baku obat dari luar
negeri dengan 90% impor. Bahkan, nilai impor lebih besar dibandingkan dengan
nilai ekspor 6,68% atau total sebesar USD 900 juta. Hal ini sungguh memprihatinkan
pasalnya Indonesia merupakan salah satu kawasan Industri raksasa di ASEAN yang
keberadaannya diperhitungkan.
Fakta
diatas menunjukkan bahwa industri farmasi terombang ambing dengan aktivitas
impor yang fluktuatif. Persentase bahan baku impor bagi Industri farmasi yang
begitu tinggi menyatakan produksi bahan baku dalam negeri cukup payah. Padahal
pada tahun 1974, pemerintah mengeluarkan regulasi yang menugaskan perusahaan
farmasi setelah lima tahun beroperasi, wajib memiliki pabrik bahan baku obat. Dilanjutkan
pada tahun 1993, presiden B.J. Habibie pun mendukung peningkatan lokalisasi
bahan baku obat di Indonesia. Namun apa daya, era orde baru yang dipimpin oleh
B.J. Habibie kandas oleh krisis moneter pada tahun 1998. Krisis moneter pada
zaman itu membawa dampak yang sangat besar terhadap berbagai kelompok Industri
di Indonesia termasuk berimbas terhadap
perkembangan Industri bahan baku obat.
Pada
saat itu, sebetulnya ada industri farmasi yang menapaki jalan industri bahan
baku obat, beberapa diantaranya yaitu:
1.
PT Riasima Abadi Farma (RAF) merupakan
perusahaan multilateral antara PT Kimia Farma, PT Indofarma dan PT Akskes (Persero)
yang membuat parasetamol dan bahan bakunya.
2.
PT Sandoz Biochemie Farma Indonesia
(SBFI) merupakan perusahaan multilateral antara Sandoz (Swiss), Biochemie
(Austria), PT Anugerah Daya Laksana, dan Kimia Farma yang pernah bergelut
memproduksi ampicillin dan amoxicillin.
Kedua industri ini sempat berkembang
namun bisnis mereka tidak ekonomis, sehingga tidak dapat menyaingi harga dari
China.
Pada
tahun 2000-an, perkembangan industri farmasi di tanah air diambil alih oleh
kementerian perindustrian (Kemenperin), sehingga aktivitas industri yang
menyangkut bahan baku obat dinaungi perindustrian, namun perihat teknis seperti
cara pembuatan obat ditangani Kementerian Kesehatan.
Perkembangan
terbaru terjadi pada tahun 2016 bulan Februari lalu, Presiden Joko Widodo
mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi X dimana daftar negatif investasi (DNI) di
sektor hulu industri farmasi direvisi, kepemilikan saham asing yang tadinya
hanya boleh maksimal 85 persen, diperlebar tanpa batas. Namun, hal ini masih
menjadi perdebatan di kalangan banyak pihak. Dapatkah ini menjadi solusi?
Pasalnya Indonesia memiliki pengalaman pernah jatuhnya Industri bahan baku obat
akibat gempuran dari Industri asing.
PERKEMBANGAN
PERUSAHAAN BAHAN BAKU OBAT DI INDONESIA
Saat ini terdapat
beberapa perusahaan farmasi yang tengah melebarkan bisnis merambah produksi
bahan baku obat, contohnya:
1. Kimia
Farma untuk garam farmasi
Garam farmasi
merupakan bahan baku yang banyak digunakan untuk sediaan infus, tablet, pelarut
vaksin, sirup, oralit, cairan pencuci darah, sabun, shampoo, minuman kesehatan,
dan lain-lain. Data dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia, menyatakan bahwa impor garam farmasi tahun 2013 sebesar
3.152 ton.
PT Kimia Farma (Persero)
Tbk mendirikan bahan baku obat garam farmasi yang teknologinya telah
dikembangkan oleh institusi litbang dalam negeri, yaitu Badan pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) hingga skala pilot.
Harapan dari
perkembangan bahan baku obat, khususnya garam farmasi, di dalam negeri ini
dapat menyaingi harga garam farmasi impor yang saat ini berkisar Rp7.000,00 per
kilogram.
2. Kalbe
Farma untuk bahan baku bioteknologi
Potensi pasar di
produk bahan baku bioteknologi sangat tinggi. Mengingat sebagian dari bahan
baku akrif obat diproses atau diproduksi dengan menggunakan Bioteknologi,
misalnya obat kanker, obat diabetes, obat jantung. Pabrik ini nantinya akan
menyediakan bahan baku dari sel hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan.
3. Bio
Farma untuk vaksin
Vaksin merupakan
mikroorganisme yang dilemahkan atau diinaktivasi yang akan merangsang respon
antibodi spesifik ketika disuntikkan kepada manusia. Bahan dasar pembuatan
vaksin adalah mikroorganime baik virus maupun bakteri. Mikroorganisme yang
tumbuh kemudian akan dipanen, diinaktivasi, dimurnikan, diformulasi, dan
kemudian dikemas. Rangkaian proses pembuatan vaksin dibawah refulasi Good Manufacturing Practice (GMP) dan
harus lolos pengujian mutu (Quality
Control) dan jaminan mutu (Quality
Assurace) yang selanjutkan akan dilaporkan ke Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM).
Pembuatan vaksin
jenis memerlukan proses yang cukup rumit, dimulai dengan riset bebas penyakit,
menemukan bibit mikroorganisme yang baik, dan formulasinya dapat memakan waktu
hingga 12 tahun.
Bio Farma
mengambil kebijakan untuk pengembangan produk baru dnegan mengimplementasikan free animal origin (bebas unsur hewani),
artinya bahan tidak berasal dari hewan.
Setelah melewati
serangkaian tahap pengujian, vaksin yang telah jadi dikatakan baik apabila
melindungi setidaknya 80% dari total penerima vaksin.
4. Dexa
untuk bahan baku obat dari alam
Dexa sejak tahun
2005 telah melakukan riset melalui Dexa
Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) untuk menemukan bahan baku aktif
obat herbal dari bahan alam asli Indonesia dan kemudian diproduksi menjadi obat
herbal modern. Pada tahun 2013, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr.
Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H. menyerahkan ijin Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
dan meresmikan Fasilitas Produksi Bioactive Fraction DLBS Dexa Medica.
Produk Obat
Herbal Modern hasil riset DLBS dari bahan alam asli Indonesia yang diproduksi
PT. Dexa Medica dan sudah dipasarkan, yaitu: HerbaVOMITZ, HerbaKOF, Inlacin,
Disolf, Redacid, Vitafem Free Me, Phalecarps, dan STIMUNO.
Mengutip
perkataan dari Raymond Tjandarwinata, memperkitakan pasar obat herbal Indonesia
mencapai Rp18 Triliun pada tahun 2016.
5. Soho
untuk bahan baku berbasis bahan alam.
Soho
berkonsentrasi mengembangkan obat berbasi herbal. Dasar pertimbangan Soho
berkonsentrasi pada produk berbahan baku alami adalah faktor ekonomis dan
momentum gerakan back to nature yang digagas oleh WHO saat itu.
Deretan 150
produk farmasi unggulan Juli 2007-Juni 2008 hasil survey sebuah lembaga riset
bidang farmasi dapat menggambarkan performa cemerlang Soho. Obat herbal yang
dikembangkan Soho, diantaranya adalah Curcuma yang diambil dari bahan gerbil
temulawak dan Diapet yang berasal dari bahan herbal daun jambu biji dan kunyit.
Semakin
gencarnya perkembangan bahan baku obat di Indonesia menandakan mulainya masa
kebangkitan potensi industri farmasi yang sudah lama terkubur.
JANTUNG
INDUSTRI BAHAN BAKU
Inti
dari semua perkembangan perindustrian berada pada titik Investasi. Investasi di
bidang bahan baku obat diperkirakan dibutuhkan sekitar Rp300 miliar untuk
menjalankan roda perindustrian. Oleh karena itu, seharusnya dengan adanya MEA
aliran investasi di Indonesia untuk bidang bahan baku obat dapat lebih
terarahkan. Namun, jika diingikan aliran investasi yang baik bagi perindustrian
di Indonesia khususnya di bidang bahan baku ada sedikitnya empat hal yang harus
dipenuhi, yaitu:
1.
Prastudi kelayakan
2.
Riset mendalam
3.
Bantuan pemerintah
4.
Strategi bisnis
Prastudi kelayakan
dilakukan untuk mengkaji bahan baku obat yang paling strategis dan ekonomis
untuk diproduksi. Riset dan pengembangan untuk industri farmasi merupakan hal
yang paling krusial pasalnya untuk mendapatkan formulasi obat terbarukan
dibutuhkan riset yang mendalam di bidang penelitian. Bantuan pemerintah pun
merupakan hal yang tak dapat dipungkiri dimana sokongan dari pemerintah akan
menstimulasi industri untuk mengencangkan produksi bahan baku nya. Pemilihan
strategi bisnis mutlak diperlukan. Hal ini digunakan untuk mengantisipasi
invasi bahan baku dari negara lain khususnya ASEAN.
STRATEGI
FILOSOFI CHINA
Pemasok
bahan baku obat terbesar di seluruh dunia saat ini dipegang oleh
industri-industri dari China. Pada zaman dahulu, kualitas bahan baku obat dari
China masih kalah saing dengan bahan baku obat dari Eropa atau pun Amerika.
Namun, kini Eropa dan Amerika pun justru mengimpor bahan baku obat dari China.
Bagaimana tidak? Harga bahan baku obat dari China jauh lebih murah dibandingkan
dengan pesaingnya dan kualitas bahan baku obat dari China semakin hari semakin
berkualitas, sehingga konsumen pun tertarik untuk mengimpor bahan baku obat
dari China.
China
patut bangga dengan industri bahan baku yang dimilikinya. Semua reputasi baik
yang disabet oleh China tentu tidak dengan tangan hampa. Namun, hal ini adalah
berkat kerja keras, keuletan, dan ketekunan dari Industri-industri bahan baku
di China.
Salah
satu Filosofi yang berada di China adalah Xink Bi Guo! Xink Bi Guo (θ‘εΏ
ζ) dalam
bahasa China berarti pekerjaan harus dilakukan sampai akhir. Dalam hal ini,
keseriusan pemerintah dalam membangun Industri bahan baku Indonesia harus
dilakukan sampai akhir. Filosofi singkat ini mencerminkan semangat juang dengan
integritas dan profesionalitas dalam melakukan pekerjaan. Bila sudah dikatakan
“kerjakan sampai akhir”, maka selesaikan apapun yang terjadi.
Orang China percaya
bahwa bekerja dan menghasilkan suatu karya adalah salah satu cara untuk
membuktikan kepada dunia tentang keberadaan diri Anda (Irvan, 2012). Ibaratnya,
hidup di dunia ini, tidak akan berharga apabila Anda tidak melakukan sesuatu
yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Waktu dan kesempatan
adalah kemewahan yang pantang disia-siakan. Oleh karena ini, dalam melakukan
pekerjaan, biasakan diri untuk selalu menuntaskan tugas yang sudah dimulai dan
jangan menakar pekerjaan dengan kepuasan materi semata. Dengan menghasilkan
karya yang baik, kepuasan pribadi akan terperoleh dan akan semakin menguasai
bidang pekerjaan yang dilakukan.
Filosofi ini merupakan salah
satu alasan mengapa 60% kebutuhan bahan baku dan komponen obat-obatan untuk
industri farmasi di Indonesia berasal dari China (Spillane, 2010). Kebangkitan
Industri bahan baku China pada mulanya berasal pada saat China dibawah
kepemimpinan Deng Xiaoping dimana pemerintah daerah mengakuisisi seluruh
perusahaan farmasi untuk mempermudah pengerahan modal dan sumber daya manusia,
juga melarang impor bahan baku. Saat itu, Industri dalam negeri di China harus
memakai bahan baku dari dalam negeri meskipun ada negara lain yang menjual
dengan harga lebih murah.
Xink Bi Guo berperan
menuntaskan sampai akhir apa yang telah dimulai oleh Deng Xiaoping, sehingga
hasil akhir dari segala jerih payah Industri bahan baku obat di China dibayar
lunas dengan kesuksesan Industri bahan baku obat China di masa sekarang. Semua
perubahan itu butuh proses. Begitu juga dengan Industri bahan baku obat
Indonesia.
MARI
BERTRANSFORMASI!
Proses lika-liku,
jatuh-bangun, naik-turun Industri bahan baku obat di Indonesia telah dirasakan
hingga saat ini. Kini, perkembangan Industri bahan baku obat di Indonesia pun
mulai gencar terdengar di telinga khalayak ramai. Namun, perjuangan tidak
berhenti sampai disini. Mengingat sejarah Industri bahan baku obat Indonesia
yang pernah naik dan terhenti akibat krisis moneter menjadi pembelajaran yang
sangat mendalam bagi para pelaku Industri. Oleh karena itu, mulai sekarang Industri
bahan baku obat harus BERTRANSFORMASI. Berubah menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Dengan cara seperti apa? Menyelesaikan hal yang telah dibangun dari
awal hingga akhir. Tidak ada kata “terhenti” lagi bagi Industri bahan baku obat
Indonesia. Hal ini pun akan menjadi himbauan bagi pemerintah untuk industri di
Indonesia khusunya bahan baku obat agar tidak setengah-setengah dalam mendukung
perkembangan Indusri bahan baku obat dalam negeri. Seperti itulah jika kita
belajar dari filosofi Industri bahan baku obat terbesar di seluruh dunia. Mari
tuntaskan hingga akhir!
SUMBER:
Amin, Nahdiah. 2015.
Masyarakat Ekonomi ASEAN Dan Industri Farmasi. Tersedia online di http://www.kompasiana.com/nahdiah_amin/masyarakat-ekonomi-asean-dan-industri-farmasi_565288702f7a6184048b457a [Diakses pada 18 April 2016].
Bio Farma. 2015.
Proses Pembuatan Vaksin. Tersedia online di http://www.biofarma.co.id/proses-pembuatan-vaksin/ [Diakses pada 18 April 2016].
Dexa Medica. 2016.
Dexa Medica Produksi Bahan Baku Aktif Obat Herbal Indonesia. Tersedia online di
http://www.dexa-medica.com/id/news-media/news-update/1542%2B1542/Dexa%20Medica%20Produksi%20Bahan%20Baku%20Aktif%20Obat%20Herbal%20Indonesia?language=id [Diakses pada 18 April 2016].
Galih, Andika.
2015. Industri Farmasi Indonesia Perkuat Ketersediaan Bahan Baku. Tersedia
online di https://www.selasar.com/ekonomi/industri-farmasi-indonesia-perkuat-keteresediaan-bahan-baku [Diakses pada 18 April 2016].
Irvan. 2012.
Pepatah Cina Dalam Bekerja Dan Menekuni Usaha. Tersedia online di http://id.netlog.com/irvandpoetra/blog/blogid=141149 [Diakses pada 26 April 2016].
Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia. 2014. Bahan Baku Obat Di Indonesia 90% Masih
Impor Tersedia online di http://www.kemenperin.go.id/artikel/12156/Bahan-Baku-Obat-di-Indonesia-90-Masih-Impor [Diakses pada 18 April 2016].
Kimia Farma. 2014.
PT Kimia Farma (Persero) TBK Bangun Pabrik Bahan Baku Garam Farmasi. Tersedia
online di http://www.kimiafarma.co.id/informasi/berita-korporat/90-pt-kimia-farma-persero-tbk-bangun-pabrik-bahan-baku-garam-farmasi.html [Diakses pada 18 April 2016].
Pratama, Rezza Aji.
2015. Kalbe Farma Akan Bangun Pabrik Bahan Baku Bioteknologi. Tersedia online
di http://market.bisnis.com/read/20150128/192/395924/kalbe-farma-akan-bangun-pabrik-bahan-baku-bioteknologi [Diakses pada 18 April 2016].
Sigit. 2016.
Tantangan Industri Farmasi Dalam MEA: Bahan Baku Produksi Masih Impor. Tersedia
online di https://www.ipotnews.com/index.php?jdl=Tantangan_Industri_Farmasi_Dalam_MEA__Bahan_Baku_Produksi_Masih_Impor&level2=&level3=&level4=&id=4096146&urlImage=#.VxTnVfrzPVs [Diakses pada 18 April 2016].
Spillane, James J.
2010. Ekonomi Farmasi. Jakarta: Grasindo.
Komentar
Posting Komentar