Perjuangan Kebebasan Pers
Pembatasan kebebasan pers dimulai ketika pers memulai pemberitaan tentang kapal Jerman yang dibeli oleh Indonesia atas persetujuan B.J.Habibie. Soeharto yang merupakan presiden Indonesia di kala itu menganggap berita pers telah melampaui batas. Padahal pada kenyataannya pers hanya memberitakan kejadian yang apa adanya.
Ketika kebebasan pers sudah dibatasi, pers melakukan Gerakan Bawah Tanah Jurnalis dengan menerbitkan "Suara Independen". Di Indonesia terdapat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tetapi wartawan tidak dapat memuat berita yang bebas, kritis, dan independen.
Sehingga tanggal 17-Agustus-1994, jurnalis membuat deklarasi Sinar Galih yang menolak campur tangan pemerintah pada kebebasan pers. Lalu terbentuklah Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
Aji menganggap pemerintah melanggar aturan karena untuk pers telah disediakan PWI. Akhirnya satu persatu anggota AJI dipecat secara paksa, dicabut izin wartawannya dan diadili secara tidak adil.
Oleh karena itu AJI membentuk Kongres I yang bertempat di Yogya. Kongres ini dihadiri oleh jurnalis dari berbagai kota. Ketika itu suasana perpolitikan sedang panas. Oleh karena itu, AJI memberlakukan "Kerja Darurat".
Ketika Soeharto memundurkan diri dari jabatan kepresidenan. Pers berbahagia karena selama Orde Baru pers tidak memiliki kebebasan. Pada saat itulah "Puncak Kebebasan Pers" mulai terbentuk. Tujuan AJI-pun tercapai yaitu tegaknya demokrasi di Indonesia. Kini AJI telah mengadakan workshop ke berbagai kota di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar